Bali,NusantaraMurni.com-Made Astawa yang lebih akrab dipanggil Made Dolar adalah sosok yang unik ia terlahirndari keluarga sangging, sehingga tak khayal darah seni mengalir dalam dirinya.
Sejak kecil sudah menyenangi aktivitas seni melalui seka di desanya, terlibat Mengenyam pendidikan seni dari Sekolah Menengah Seni Rupa perjalanannya begitu panjang dalam laku kesenian. Suatu waktu ia pernah menjadi tenaga pengamanan (waker) pada sebuah restoran di Sanur, mengelola galeri, sekaligus menjadi semacam manajer untuk kawan-kawan seniman lainnya, hingga diangkat menjadi manajer Santrian Art Gallery.
Pergaulannya begitu beragam dari dunia preman, hingga menjadi pemuka adat di desanya, trah keturunan dari keluarga sangging kemudian memanggil membuka jalan baginya untuk menemukan formulasi artistik yang digali dari spirit ngayah mendalami upacara yadnya.
Perjalanan panjang proses kreatifnya berkelindan antara menjalani berbagai aktivitas dalam riuh pariwisata Sanur, dinamika seni rupa, hingga didaulat oleh masyarakat di desanya di Payangan menjadi aparat desa adat menjalani kehidupan tradisi ngayah di desa.
Pengabdian di desa dijalaninya selama bertahun-tahun sembari tetap aktif berkarya dan khususnya melukis, Dolar menjalani proses ulang-alik antara kehidupan tradisi dan kehidupan modern menjadi warga urban. Proses ini menarik,menjadikannya memiliki ruang untuk larut dan tetap berjarak dengan mengakumulasi proses tersebut untuk dituangkan menjadi karya seni lukis.
Dalam periode waktu kreativitasnya tercurah melihat kontraksi kehidupan modern dalam balutan pariwisata, dengan berbagai ekses-ekses positif dan sekaligus destruktif pada tatanan sosial dan kebudayaan Bali. Nilai paradoksal antara kemajuan di satu pihak dan kemunduran di lain pihak, yang mengakibat berbagai perubahan dalam kehidupan sosial masyarakat Bali yang tetap berusaha mempertahankan kebudayaan dan keberlangsungan tradisi. Kegelisahan tersebut kerap hadir secara banal dalam karya-karyanya pada periode sebelumnnya.
Dolar menyatakan periode itu merupakan representasi dari berbagai pengalaman langsung bergumul dengan berbagai entitas dalam riuh dan gemerlapnya kehidupan pariwisata.
Kepulangannya ke desa menjalani tugas adat membuatnya semakin sadar akannkekuatan dan modal kebudayaan Bali, yang berupaya sekuat mungkin menjaga kesinambungan tradisi dan ritual. Setelah sekian lama menjalani kehidupan ngayah yang dapat menghabiskan waktu hingga berminggu-minggu atau bulan, sebari ulang-alik ke Sanur menyiapkan program-program pameran di Santrian.
Membuatnya semakin sadar bahwa ada spirit energi yang luar biasa dari prosesi ritual, yang dapat diadopsi serta dituangkan menjadi metode artistik dalam berkarya seni lukis.
Kekhusyukan menjalani prosesi ritual dalam melaksanakan upacara yadnya,membawanya pada kesadaran kreatif pada penemuan formulasi artistik yang digali dari prosesi penyusunan upakara yadnya.
Penuturan Dolar proses berkarya yang dilakukannya mengadopsi prosesi dalam melaksanakan upacara yadnya, selalu dimulai dengan mengelar alas, menata berbagai uparengga dengan berbagai bahan dan bentuk dari geometris hingga tak beraturan, semuanya memakai bahan alami yang diolah dengan artistik, disusun dari bawah ke atas umumnya memakai konsep ruang mandala (Dewata Nawa Sangga).
Prosesi itulah yang diintrepretasi Dolar untuk menjadi metode artistik dalam proses berkarya, menjadi inspirasi dalam pengembangan karya-karyanya yang mengabstraksi prosesi dalam upacara yadnya. Kehadiran belasan karya-karyanya yang terbaru di dalam pameran tunggal kali ini, menghadirkan lapisan-lapisan ingatan, perenungan,imajinasi, intepretasi dalam dimensi ruang dan waktu yang saling berkelindan dan hadir menyeruak dalam balutan estetika abstraksi nan ekspresif.
Wayan Seriyoga Parta I Penulis