Lampung,Nusantaramurni.com-Tingginya setoran kepada oknum untuk pengerjaan proyek pembangunan dilampung, membuat pengerjaan proyek menjadi amburadul tidak sesuai spek yang telah ditentukan.
Hal tersebut, dikatakan Wakil ketua Umum KADIN Lampung bidang Industri & Perdagangan, Munir Abdul Haris, dalam pandangannya yang disampaikan pada acara rapat koordinasi dengan para pelaku usaha swasta di propinsi lampung pada tanggal 26-27 juni 2024 lalu di depan Kasatgas KPK ‘Tentang Membangun Iklim Usaha Yang Sehat Di Lampung’.
Beberapa waktu lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan rapat koordinasi dengan para pelaku usaha swasta di propinsi lampung tepatnya tanggal 26-27 Juni 2024
Pertemuan yang difasilitasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia tersebut, membicarakan tentang upaya pencegahan korupsi, yang bertemakan “kendala usaha bersama sektor logistik, telekomunikasi, eksport-import dan transportasi”
Rapat koordinasi yang dihadiri oleh tim Direktorat Antikorupsi badan usaha yang dipimpin langsung oleh Kasatgas KPK Wilayah lampung Rosana Fransiska, serta tim analis Antikorupsi badan usaha KPK yang dipimpin oleh Jeji Azizi.
Rapat koordinasi tersebut dibuka oleh Koordinator Wakil Ketua Umum bidang organisasi dan UMKM Romy J. Utama mewakili Ketua Umum KADIN Lampung Dr. H. Muhammad Kadafi, SH., MH.
Dalam rapat koordinasi itu, Wakil ketua Umum KADIN Lampung bidang Industri & Perdagangan, Munir Abdul Haris, memberikan pandangannya. Bahwa, sudah lima (5) Kepala Daerah di Lampung ini yang dicokol KPK. Dijelaskannya, dari Lampung Utara, Mesuji, Lampung Tengah, Tanggamus, dan Lampung Selatan. Semuanya terkait dugaan gratifikasi dan setoran proyek. Baik anggaran dari APBN maupun dari APBD.
“Saya masih ingat betul ketika KPK menangkap salah satu Kepala Daerah di tahun 2018, petinggi KPK ber-statemen. Kalau di Lampung ini masih ada setoran proyek maka akan ada terus tangkap tangan dilampung”, ujar Munir dalam pandangannya dihadapan para hadirin yang hadir.
Ditambahkan Munir, bahwa dilampung ini masih banyaknya jalan-jalan yang rusak, hampir 70% rusak berat.
“Bapak Ibu yang hari ini datang dari KPK, sebaiknya jalan-jalan ke pelosok desa di Kabupaten-kabupaten yang ada di Provinsi Lampung, hampir semua jalan dipelosok lampung ini diatas 70% rusak berat dan jalanan jelek,” ungkapnya
Lebih lanjut Munir pun menyebutkan, setidaknya ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya.
Yang pertama, luas wilayah dan panjang jalan di semua kabupaten tidak berbanding lurus dengan kemampuan keuangan daerah. Artinya, APBD nya kecil, sedangkan jalan yang harus dibangun banyak dan panjang.
Yang kedua, karena faktor yang sudah menjadi rahasia umum, dilampung pengerjaannya tidak sesuai spek. Sehingga jalan cepat rusak, baru 2-3 bulan dibangun sudah rusak. Dan hal ini, tidak bisa menyalahkan salah satu pihak, terutama kontraktornya. Hal ini terjadi karena salah satu faktor tingginya uang setoran proyek yang harus diberikan kontraktor kepada oknum Kepala Daerah atau oknum orang nya Kepala Daerah.
“Bayangkan saja, setoran proyek rata-rata berkisar 20%, mengurus berkas dari meja kemeja ketika proses pencairan uang dan pengurusan berkas-berkas dan entertainment tidak kurang dari 5%, ditinggal sebagai retensi 10%, PPN PPH 11,5%, kontraktor ngambil untung 15-20% karena merasa sudah keluar modal banyak, sehingga rata-rata realisasi proyek berkisar 35-45%, bagaimana bangunan/jalan akan sesuai spek,” lanjut Munir
Masih menurut Munir, tidak bisa semata-mata menyalahkan kontraktornya, hal ini terjadi karena tingginya setoran. Sementara, jika tidak bisa mengikuti aturan main tersebut maka kontraktor tidak akan mendapatkan pekerjaan.
“Oleh karena itu iklim usaha dilampung ini tidak kondusif, tidak sehat, belum lagi kadang selesai pekerjaan ada temuan BPK yang akhirnya harus mengembalikan uang. Sudah tidak untung dan menanggung resiko besar lagi, kasihan para kontraktor dilampung ini, tidak ada kepastian yang memberikan rasa aman dan nyaman dalam mengerjakan satu proyek,” tuturnya
Munir pun menambahkan, seandainya semua kepala daerah dilampung ini tegas, mengatakan, saya Gubernur, saya bupati, dalam membangun butuh bergandengan tangan dengan pihak swasta, dan akan saya prioritaskan para pengusaha lokal yang akan menjadi pelaksana seluruh pekerjaan yang berasal dari APBN dan APBD sesuai kemampuan masing-masing perusahaan, semuanya akan dapat pekerjaan.
“Dan kami tegaskan (red-kepala daerah) tidak minta setoran sepeserpun, kalau ada yang mengatasnamakan kami minta setoran, tolong laporkan akan kami pidanakan, tapi kami juga minta syarat semua kontraktor harus mengerjakan proyek sesuai spek.
Ambil lah untung sesuai yang diperbolehkan undang-undang tidak lebih dari 10%, selesai pekerjaan akan kami cek dengan membawa peralatan dan tim ahli konstruksi dengan disaksikan oleh tokoh pemuda dan masyarakat.
Kalau pekerjaan tidak sesuai spek akan kami bongkar dan kami pidana kan kontraktornya, pilihannya adalah ambil untung sedikit sesuai yang di tentukan undang-undang dan bisa tidur nyenyak atau ambil untung besar setelah itu tidur didalam sel,” imbuhnya berandai-andai penuh harap.
Kalau ada ketegasan seperti itu, iklim dunia usaha dilampung kondusif, sehat dan saya yakin para kontraktor juga pasti akan mengikuti aturan tersebut. Dengan begitu fasilitas publik bisa terbangun dengan kualitas yang baik, masyarakat bisa menikmati, kontraktor bisa bekerja dengan nyaman dan kepala daerah menjalankan sumpah jabatannya.
Munir pun menghimbau, oleh karena nya perlu ada terobosan antara KPK dan KADIN untuk memecahkan masalah ini, harus mempunyai pandangan yang strategis, tidak hanya berhenti diskusi seperti ini.
Satu hal lagi, kepala daerah harus punya keberpihakan kepada kontraktor lokal agar gairah ekonomi dan daya beli masyarakat meningkat. Karena ada fenomena, dilampung ini semua pekerjaan proyek yang berasal dari APBN dan APBD di monopoli salah satu perusahaan besar yang memang sudah mempunyai modal besar, peralatan lengkap, backup kuat.
Kalau seperti ini terus akan mematikan para kontraktor menengah kebawah yang baru belajar untuk bekerja, perlu juga pembinaan dan pemberdayaan para kontraktor menengah kebawah agar ekonomi tidak hanya tersentral kesalah satu pihak.
Apakah dengan kontraktor besar / raksasa dilampung tidak ada setoran, hal ini juga tidak menjamin bahkan sebagian besar kawan-kawan kontraktor dilampung bilang bahwa diduga kepala daerah lebih nyaman 1 pintu karena dianggap lebih savety dengan tetap ada setoran proyek.
Artinya, monopoli proyek oleh perusahaan besar tersebut tetap ada mengindikasi setoran proyekpun masih ada. Kalau kita mau buktikan, ayo KADIN fasilitasi para perwakilan kontraktor dilampung ini dengan membawa peralatan dan tim ahli, apakah monopoli pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan besar tersebut sesuai spek, kita periksa bersama-sama dilapangan dan hasilnya kita publikasikan ke masyarakat serta kita rekomendasikan ke aparat penegak hukum/KPK untuk menindak lanjuti. Ini baru salah satu langkah serius.
Belum lagi, dengan monopoli proyek tersebut jelas mematikan distribusi ekonomi yang merata ke seluruh kalangan masyarakat, dan ini jelas dalam jangka panjang menciptakan ketidakadilan ekonomi ditengah-tengah masyarakat, tutur Munir dalam forum tersebut disampaikannya secara gamblang.
Menanggapi hal tersebut Tim analis Antikorupsi badan usaha KPK, Jeji Azizi berjanji akan menganalisa lebih lanjut persoalan ini.
“Untuk sementara ini sebaiknya KADIN lampung mengaktifkan KAD (komite advokasi daerah) yang pernah dibentuk oleh KADIN dan KPK, melakukan monitoring melalui KAD tersebut,” kata Jeji Azizi. (***)