Juli Artiningsih, Wanita Pertama di Bali Penjahit Layar Kapal Laut

 

Denpasar,Nusantaramurni.com-Juli Artiningsih mulai berkibar namanya sebagai satu-satunya wanita di Bali, yang terjun dan bergelut dalam dunia jahit menjahit Layar Kapal Laut di Indonesia, khususnya Bali selama 20 tahun. 

Saat berlabuh di Bali, banyak ditemukan keluhan dari para tamu mancanegara pemilik Kapal Laut, bahwa Indonesia belum punya Penjahit Layar Kapal Laut yang andal membuat seorang wanita berada di garda terdepan dalam urusan jahit menjahit Layar Kapal Laut. 

“Saya berkecimpung di laut, selama 20 tahun yang lalu. Saya merasa terhina oleh tamu-tamu dari Mancanegara yang ngobrol, bahwa Indonesia tidak punya penjahit layar. Disitu saya ambil kesempatan, untuk mencari peluang, bahwa hal ini punya potensi emas,” kata Juli Artiningsih selaku Penjahit Layar Kapal Laut di Pulau Serangan, Kota Denpasar, Bali, saat dikonfirmasi awak media, Sabtu, 30 Maret 2024.

Meski selaku Penjahit Layar, namun potensi yang sangat luar biasa di bidang maritim perlu dikembangkan. Mengingat, 20 tahun lalu, Juli Artiningsih menggebrak sebagai wanita pertama yang mampu menjahit dan membuat Layar Kapal Laut, khususnya Kapal Pinisi, yang ada di Indonesia, khususnya Bali.

“Kapal Wouw itu adalah kapal, namanya Wouw jadi kebetulan kapal diantara tiga kapal terbesar di Indonesia, khususnya Bali. Jadi, saya temukan peluang emas untuk pekerjaan yang punya potensi di Indonesia,” kata Juli Artiningsih.

Mengingat potensi yang begitu besar di dunia maritim, Juli Artiningsih mulai belajar tata cara kerja membuat dan memperbaiki Layar Kapal Laut. 

“Sebelum tamu-tamu itu dikatakan Indonesia tidak punya Penjahit Layar itu saya sudah mempelajari di Sail Maker tentang cara bekerja Penjahit Layar. Kebetulan tidak bisa bahasa Inggris, saya pelajari disitu ada gambar-gambar. Itu selama 7 tahun, saya pelajari itu. Jadi, kalau total sekarang sekitar 27 tahun yang lalu, saya sudah mempelajari teknik pembuatan dan perbaikan Layar Kapal Laut,” ungkapnya.

Setelah 27 tahun lalu, Juli Artiningsih memberanikan diri untuk bekerja di Kapal Laut guna melayani perbaikan Layar dan juga tenda atau tutup mesin Kapal Laut yang rusak.

“Disitu sudah setahun saya jadi Penjahit Layar di Kapal Laut baru ada kata-kata rasanya kayak ketemu, kok tidak ada Penjahit Layar, mereka kesusahan, kalau pas ada kerusakan,” paparnya.

Hingga saat Rising Boat atau balapan Kapal Laut dari Australia menuju Singapura, tentunya mereka singgah dan bersandar ke Indonesia, khususnya Bali selama maksimal dua minggu.

“Jadi, jika ada kerusakan, kita harus gerak cepat. Pokoknya maksimal mereka sandar disini dua minggu. Jadi, kita harus mampu mengerjakan atau melayani mereka, service Layar Kapal Laut itu, ya 3 hari, sehari sampai seminggu dan maksimal dua minggu,” kata Juli Artiningsih.

Soal perbaikan Layar Kapal Laut, Juli Artiningsih mengaku usaha perbaikan Layar Kapal Laut sudah mendapatkan lebih dari 200 Kapal Laut, saat dibuka usahanya, sejak tiga tahun. Tak tanggung-tanggung, hingga saat ini, dirinya menyebut sudah ribuan Layar Kapal Laut diperbaiki lewat tangan dinginnya.

Soal Negara yang Layar Kapal Laut diperbaiki, Juli Artiningsih menyebutkan Negara Australia, Belanda, Jerman, Italia, Perancis, Austria, Yunani dan juga Negara lainnya, termasuk Jelang hingga Afrika.

“Kalau Australia tidak diragukan, karena mereka banyak Owner dari Australia itu hampir semua tertarik mempunyai Kapal Laut dan banyak juga Negara lainnya yang sudah singgah di Indonesia, khususnya Bali, yang berkaitan dengan pekerjaan yang saya miliki,” tambahnya.

Meski demikian, hingga saat ini, Juli Artiningsih merasa belum ada pertolongan yang signifikan atas pekerjaan sebagai Penjahit Layar.

“Meski biasa-biasa saja, tapi saya merasa bangga bisa memikirkan untuk Indonesia di bidang maritim, khususnya Penjahit Layar,” terangnya.

Oleh karena itu, Juli Artiningsih berharap, Indonesia bisa punya lahan untuk berproduksi Layar Kapal Laut. Tak hanya itu, juga diharapkan adanya regenerasi kaum muda milenial Indonesia juga bisa tertarik untuk belajar membuat Layar Kapal Laut dari Sabang sampai Merauke.

“Makanya saya masih bertahan sampai detik ini. Saya bersyukur terima kasih kepada Tuhan yang memberikan anugerah suatu karunia kepandaian yang jarang dimiliki oleh orang lain. Disitu saya merasa bangga dan bersyukur atas karunia yang Tuhan berikan,” tutupnya. (Meivi)